Jika saat tidur Anda sering mendengkur, bangun pagi seringkali tidak segar, sering terbangun di malam hari karena merasa tercekik, bangun dengan keadaan haus, sering merasa ngantuk dan capek di siang hari meskipun sudah tidur cukup, hati-hati, bisa jadi Anda menderita Obstructive Sleep Apnea (OSA).
OSA merupakan sebuah kondisi yang menyebabkan aliran udara pernapasan terhenti ketika tidur, karenanya adanya penghambatan ataupun penyempitan di saluran pernapasan.
“Keadaan demikian menyebabkan pasokan oksigen dalam tubuh menurun, sehingga penderita OSA tidak dapat tidur dengan nyenyak. Inilah yang menyebabkan penderita OSA sering merasa capek dan mengantuk di siang hari,” ujar dokter spesialis telinga, hidung dan tenggorokan dari Rumah Sakit Premier Bintaro, DR. dr. Dini Widiarni, SpTHT, pada kesempatan seminar dokter, di Jakarta.
OSA dapat terjadi karena adanya pembengkakan pada beberapa organ dalam mulut dan tenggorokan, seperti pembengkakan tonsil dan uvula. Selain itu, ukuran lidah yang terlalu besar juga dapat menyebabkan OSA.
Dini mengatakan risiko OSA meningkat antara lain untuk orang dengan obesitas dan usia lanjut. Selain itu, kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, dan mengonsumsi obat-obatan sedative atau obat penenang dalam waktu lama, juga dapat memperburuk kondisi.
Pengobatan OSA tergantung pada sudah sejauh mana seseorang menderita OSA. Menurut Dini, OSA ringan dapat diobati hanya dengan olahraga yang mengencangkan otot-otot saluran pernapasan. “Olahraga seperti senam pipi, fitness yang difokuskan untuk daerah leher, dan bersepeda bisa jadi pilihan, karena olahraga seperti itu dapat membuat otot leher dan rongga mulut lebih kuat. Penguatan otot-otot ini dilakukan karena pada umumnya penderita OSA memiliki organ-organ yang bergelambir di saluran pernapasannya,” jelas Dini.
Jika sudah parah, OSA dapat diobati dengan menjalani operasi. Operasinya pun ada tingkatannya, tergantung pada keadaan OSA yang diderita. Dr. Lanny S. Tanudjaja, dokter yang menangani masalah tidur dari RS Premier Bintaro pada kesempatan yang sama mengatakan, “Karena penyebab OSA beragam, maka pengobatannya juga harus dikonsultasikan dulu dengan ahlinya. Salah satu cara untuk melihat sudah sejauh mana OSA yang diderita adalah dengan sleep study.”
“Dengan Sleep Study, dapat diketahui metode pengobatan yang tepat untuk pasien. Metode ini memungkinkan untuk melihat kualitas tidur pasien sehingga dapat menentukan sudah sejauh apa OSA diderita,” tambah Lanny.
Penggunaan alat seperti Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dapat digunakan untuk membantu pernapasan penderita OSA sebagai pengobatan non operatif. Selain itu menghindari tidur terlentang, melainkan tidur menyamping dan olahraga teratur adalah cara yang paling mudah, ungkap Dini.
"Sleep Apnea" Diobati, Hipertensi Terkendali
Quote:
Sebuah penelitian membuktikan bahwa perawatan sleep apnea dengan menggunakan CPAP (continuous positive airway pressure) dapat memperbaiki tekanan darah penderita hipertensi.
Banyak sudah penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara mendengkur dan peningkatan tekanan darah tinggi. Bahkan, awal mula ditemukannya penyakit sleep apnea, justru diawali dari diamatinya penderita hipertensi yang mengantuk berlebih. Setelah direkam tidurnya, pasien-pasien yang semula dikira menderita narkolepsi ini ternyata tidur ngorok dan mengalami henti nafas saat tidur.
Henti nafas saat tidur terjadi karena menyempitnya saluran nafas atas, hingga walau gerakan nafas berusaha memompa, seolah dicekik, tak ada udara yang dapat lewat. Setelah sesak beberapa waktu, sistem tubuh akan membangunkan otak sejenak untuk menarik nafas. Oksigen dalam tubuh jadi turun dan kembali normal secara berulang-ulang (intermiten) sepanjang malam.
Akibat penurunan oksigen (hipoksia) intermiten ini akan memicu serangkaian reaksi dalam tubuh yang akan mengganggu kerja jantung dan pembuluh darah hingga peningkatan tekanan darah.
CPAP (Continuous positive airway pressure) ditemukan oleh Prof. Colin Sullivan dari Sydney University, Australia. Penemuannya yang pertama kali diumumkan lewat jurnal kedokteran Lancet di tahun 1981 memberikan gairah baru bagi dunia kedokteran. Jika sebelumnya sleep apnea dibiarkan, kini berbagai penderitanya dapat tidur nyaman dan kualitas hidupnya meningkat kembali.
Alat yang dihubungkan ke pasien lewat sebuah masker hidung ini akan meniupkan tekanan untuk mengganjal saluran nafas atas agar tetap membuka selama tidur.
Sejalan dengan berbagai penelitian lanjutan, didapati bahwa penggunaan CPAP untuk mengatasi mendengkur juga dapat meringankan atau bahkan mencegah berbagai penyakit kronis yang diduga disebabkan oleh sleep apnea. Salah satunya: hipertensi.
Penelitian yang diterbikan dalam the Journal of Clinical Sleep Medicine ini menjadi yang pertama meneliti manfaat penggunaan CPAP pada praktek sehari-hari. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya mengukur sleep apnea dan tekanan darah dalam setting laboratorium. Kini penelitian dilakukan pada pasien yang datang ke klinik.
Para ahli mengumpulkan 221 orang pria yang sudah diketahui menderita hipertensi namun baru didiagnosa dengan sleep apnea. Sleep apnea didiagnosa dengan pemeriksaan di laboratorium tidur, lewat indeks henti nafas perjam (AHI).
Penderita sleep apnea diberikan CPAP lalu diamati dalam dua kurun waktu. Pertama 3-6 bulan dan kedua pada 9-12 bulan setelah menggunakan CPAP. Hasilnya tekanan darah pasien baik sistolik (tekanan atas) dan diastolik (tekanan bawah) mengalami penurunan yang signifikan saat dikontrol pada kedua kurun waktu.
Para ahli juga menekankan bahwa penelitian ini tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat antara sleep apnea dan hipertensi. Tetapi implikasinya pada praktek dokter sehari-hari cukup penting. Seperti telah tertuang dalam dokumen JNC7, sleep apnea adalah salah satu penyebab hipertensi yang bisa dikenali dan dirawat. Sayang sekali jika dilewatkan begitu saja.
Tes Sikut Bantu Diagnosa "Sleep Apnea"
Quote:
Sleep apnea adalah gangguan tidur yang ditandai dengan mendengkur dan kantuk berlebihan di siang hari. Kini telah diketahui bahwa sleep apnea dapat menyebabkan hipertensi, gangguan jantung, diabetes hingga stroke. Diagnosa pasti sleep apnea membutuhkan pemeriksaan polisomnografi di laboratorium tidur.
Para peneliti dari Saskatchewan, Kanada, mengungkapkan bahwa sikutan dari pasangan yang terganggu oleh suara ngorok bisa memprediksi adanya sleep apnea.
Penelitian yang diungkapkan pada pertemuan tahunan the American College of Chest Physicians 2012, menanyakan 124 orang yang diperiksa di laboratorium tidur, apakah mereka pernah disikut atau disenggol karena mendengkur atau terlihat sesak saat tidur. Lalu orang-orang ini dianalisa tidurnya dengan polisomnografi.
Dalam pemeriksaan tidur dinilai henti nafas yang dialami. Indeks henti nafas 0-5 kali perjam, dinilai normal. 5-15 kali perjam sleep apnea ringan, 15-30 sedang, dan lebih dari 30 kali perjam adalah sleep apnea parah.
Hasilnya, jika seseorang pernah dibangunkan karena suara ngorok, ada kemungkinan 4 kali lipat dia memiliki henti nafas lebih dari 5 kali perjam. Artinya positif menderita sleep apnea.
Sementara orang yang pernah dibangunkan karena tampak sesak saat tidur, ia punya kemungkinan 6 kali lebih besar memiliki indeks henti nafas lebih dari 5 setiap jamnya.
Jawaban pernah disikut saat mendengkur dapat mengidentifikasi penderita sleep apnea sebanyak 84%. Sementara jawaban pernah dibangunkan akibat tampak sesak saat tidur dapat mengidentifikasi penderita sleep apnea 65%.
Penelitian yang tampak "kurang kerjaan" ini sebenarnya bisa bermanfaat di kehidupan sehari-hari untuk mengenali kemungkinan seseorang menderita sleep apnea atau tidak. Karena sleep apnea memiliki resiko kesehatan yang tak kecil.
Pertanyaan mendengkur atau tidak, pernah disikut karena ngorok atau sesak saat tidur, dapat menyelamatkan nyawa seseorang.
0 Response to "Hayo Ngaku..Sobat Sering Tidur Mendengkur?"
Posting Komentar