Berbekal gelar sarjana atau master dengan usia masih muda pasti memudahkan seseorang untuk memperoleh pekerjaan. Tapi tidak di Eropa. Jutaan anak muda dan terpelajar di Eropa harus bersusah payah memutar otak dan memeras tenaga untuk mencari pekerjaan.
Lima tahun usai krisis ekonomi menghantam benua tersebut, tingkat pengangguran berusia muda terus melonjak ke level yang mengejutkan di sebagian negara.
Pada September, jumlah pengangguran berusia 24 tahun ke bawah mencapai 56%, di Yunani sebanyak 57%, di Italia sebanyak 40%, di Portugal sebanyak 37% dan 28% di Irlandia. Sementara setengah dari populasi penduduk berusia antara 25-30 adalah pengangguran. Jumlahnya diprediksi masih akan terus meningkat.
Hingga saat ini, dengan tingkat pengangguran yang terus melonjak, belum terlihat tanda-tanda yang menunjukkan adanya kecukupan penyediaan lapangan kerja di sejumlah negara di Eropa agar masyarakatnya bisa memperoleh pekerjaan yang layak. Artinya, kawasan tersebut masih belum bangkit dari krisis ekonomi lima tahun lalu.
Serangkaian perbincangan dengan kawula muda di Eropa berhasil menguak fakta-fakta tentang betapa sulitnya mendapat kerja di sana. Bahkan mimpi orangtua untuk melihat anaknya bisa bekerja pun masih jauh dari kenyataan.
Namun dengan kondisi itu, bukan berarti ekonomi Eropa tak bisa pulih. Hanya saja, era resesi dan penghematan yang telah berlangsung lama masih menanti pertumbuhan ekonomi terkini. Maka generasi berikutnya, setelah angkatan pengangguran ini berlalu, akan menikmati penghematan tersebut
Sebut saja, George Skivalos yang berusia 28 tahun saat ini. Dia harus kembali pulang ke rumah ibunya dua tahun lalu di Athena setelah malang melintang mencari kerja dan akhirnya putus asa.
"Bahkan jika kami keluar dari krisis, mungkin dalam empat tahun, usia saya sudah 32 tahun, lalu apa? Saya pasti telah kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan dengan mobilitas yang tinggi, " ungkap Skilavos.
Kesulitan serupa juga menimpa penyandang gelar master di bidang sosiologi, Alba Mendez yang masih berusia 24 tahun. Berbekal ijazah S2, dia justru melamar pekerjaan di supermarket. Meski menyandang gelar sarjana, dia tahu dirinya belum tentu diterima. Padahal pekerjaan tersebut jauh dari ekspektasinya sebagai pakar di bidang sosiologi. Namun dengan kondisi tersebut, mungkin itu bisa dijadikan sebagai jalan untuk memperoleh pekerjaan tetap.
"Kami berada dalam situasi yang benar-benar di luar kendali kami, tapi tetap saja kami merasa bersalah dan terus bertanya-tanya. Apa salah saya?" tutur Mendez.
Sementara itu, Direktur Ketenagakerjaan dan Hubungan Sosial di Organization for Economic Cooperation and Development Stefano Scarpetta mengharapkan, ekonomi Eropa dapat pulih kembali pada 2014. Akan tetapi, tingginya angka pengangguran untuk masyarakat muda membuat Scarpetta pesimis dengan harapannya sendiri.
"Tapi saat ini kami masih melihat banyak sekali pemuda yang harus bertahan dan menanggung beban yang sangat berat dalam jangka panjang. Hal ini akan berdampak jangka panjang bagi seluruh generasi," tandasnya. (Sis/Ndw)
0 Response to "Sarjana di Eropa Mau Kerja Jadi Pelayan Supermarket Saja Susah....Kalau di Indonesia...??"
Posting Komentar